Posted by : Unknown Minggu, 20 April 2014

Laporan The Wahid Institute menyebutkan praktek intoleransi sepanjang 2013 yang dialami kelompok agama minoritas seperti Ahmadiyah, Syiah, Protestan, Katolik, dan mereka yang dituduh sesat sebanyak 245 kasus.
 
Yenny Wahid, Direktur Wahid Institute, mengatakan, banyak masyarakat Indonesia berkonflik karena masalah agama. Padahal, Indonesia negara berbasiskan Bhinneka Tunggal Ika yang seharusnya mentoleransi perbedaana dan kemajemukan.
“Semakin banyak tantangan di Indonesia, makin banyak terjadi kekerasan atas nama agama,” ujar
Yenny dalam Seminar bertajuk Fundamental Rights in the European Union: Lesson Learned for Indonesia, di kantor PBNU, Jakarta, Senin 14 April 2014, seperti dilansir Tempo.co.
Pemerintah dan masyarakat Indonesia, kata dia,  perlu membekali diri dengan kemampuan beradaptasi untuk mengelola perbedaan agama maupun aliran-aliran kepercayaan.
 
Pentingnya toleransi beragama sebagai suatu hak asasi manusia sudah mulai disadari oleh negara-negara Eropa dan Indonesia. Arif Havas Oegroseno, Duta Besar Indonesia untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa mengatakan, belum lama ini Parlemen Eropa telah meratifikasi Kerangka Kerja Perjanjian Kemitraan Komprehensif Indonesia-Uni Eropa.
 
“Dalam perjanjian itu diatur 10 elemen kerja sama termasuk hak asasi dan kehidupan antaragama,” kata dia.
 
Bahkan, untuk memulai kerja sama tersebut, Indonesia mengirimkan cendekiawan Islam dari Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra ke Belgia. Azyumardi dikirimkan untuk membantu membuat kurikulum teologi Islam di Universitas Katolik bernama Katholieke Universiteit yang terletak di kota Leuven.
 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Cinta Kebenaran Dan Keadilan -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -